Aku begitu kosong malam ini, tidak tahu apa yang harus kulakukan. Terbaring lemah dikasurku, semua tugas sudah kulakukan. Dari mulai tugas rumah, hingga tugas sekolah semuanya telah beres. Semua terasa membosankan disini, ku coba play mp3 ku, yang berisi hanya musik-musik rock yang tak jelas terdengar lirik lagunya, hanya berteriak-teriak. Tapi aku suka musik seperti itu, seperti melupakan lelahku hari ini. Walaupun ini malam minggu, aku tidak suka pergi bersama teman-temanku, atau sekedar kongko disebuah cafe, walaupun aku sangat bosan, aku tetap menikmati malam minggu ini dikamar sendirian.
Minggu pagi, rutinitasku seperti
biasa adalah bersepeda, semua sudah kubawa, dari mulai minuman, headset. Semua
sudah terpasang lengkap, hanya tinggal memacuh sepedaku mengelilingi komplek
ini hinggal komplek sebelah samapi aku lelah dan kembali pulang. Acara sepedaku
hari ini pun tidak ada yang sepesial, sama seperti minggu-minggu sebelumnya.
Namun ada satu hal disini, aku memiliki tetangga baru.
Dia begitu cantik, matanya biru
begitu indah. Aku selalu membeku setiap ku tatap matanya, matanya seperti
mengisyaratkan sesuatu, begitu indah. Namun sial, aku tetap saja tak berani
mengajaknya berkenalan, setiap malam kubukan jendelaku berharpa ia juga membuka
jendelanya, dan kita bisa saling tersenyum walau hanya untuk beberapa menit.
“Tringggg
Tringgg” Tiada yang lebih buruk dari suara jam alarm di kamarku ini, menandakan
hari sudah menginjak senin kembali, rasanya ingin mati saja di hari senin ini,
hari paling lama dan paling membosankan selama satu minggu ini.
“Ben, cepatlah turun. Sarapan sudah
siap ini” Suara wanita itu adalah ibuku, ia begitu baik selalu menyiapkan aku
sarapan. Ia tak pernah memiliki assisten rumah tangga, padahal ia harus bekerja
juga, aku bangga padanya.
“Iya ma, bentar lagi. Tinggal
beresin tempat tidur” aku tak pernah lupa membereskan tempat tidur ini, karena
aku tahu ini bisa meringankan pekerjaannya.
Baiklah seusai sarapan, aku mengayuh
sepedaku menuju sekolah menengah keatas yang terkanal favorit di kotaku, tapi ya begitulah. Aku tidak perlu mencari teman
disana, entah mengapa aku tidak suka mencari teman, aku lebih suka menyendiri
disini, dikamarku.
***
Jam pertanda dipulangkannya
sekolah telah berbunyi, segera ku berlari menuju tempar parkir sepedaku, dan
segerah mengayuh sepedaku pulang. Ingin ku segera tidur di kasurku, dan
mendengarkan mp3.
Segera
ku masukkan sepedaku ke garasi, namun sebelum masuk ke dalam rumah, kembali
perempuan tetangga baru itu menunjukkan batang hidungnya. Astaga ia begitu
cantik, kurasa ia baru pulang dari jalan-jalan, ia hanya sendirian aku tak liat
ayah ibunya disana, mungkin kerja pikirku. Dia hanya tersenyum padaku, dan aku
pun tersenyum padanya. Kapan aku akan berani dan mengajak nya berkenalan, aku
harus berani! Ketika aku membalikkan badan, wanita itu sudah masuk ke rumahnya,
mungkin suatu saat aku bisa, baiklah lain kali saja.
Kulihat
ibu sudah pulang, ia tengah mempersiapkan sesuatu, kurasa itu kue yang sedang
ia bungkus.
“Kue
untuk siapa ma?” Tanyaku seraya menghampirinya.
“Oh ini,
kue buat tetangga baru, kamu yang nganterin ya. Bilang kalau dari mama.” Ia
masih tak berpaling dari merapikan kuenya.
“Iya
deh, aku ganti baju dulu ya ma, gerah nih.” Segera ku lari ke lantai atas,
mandi dan berganti baju dengan baju lengan pendek dan celana jeans pendek.
“Udah
ma, mana kuenya” Aku turun dan meminta kue yang harus kuantar ke tetangga baru
itu, inilah kesempatanku berkenalan dengan perempuan itu.
“nih,
ati-ati bawanya ya” Die menyodorkanku sekotak kue cupscake.
Segera
ku berlari, aku sudah tak sabar berkenalan dengan gadis itu, ku tekan belnya
namun tiada jawaban. Ku tekan sekali lagi, seorang wanita paruh baya keluar,
mungkin umurnya skitar 40 tahun.
“Iya
adek, cari siapa ya?” Tanyanya sambil mengintip dari sela-sela pintu, ia tak
membuka pintunya secara keseluruhan.
“Oh saya
dari tetangga depan tante. Mama suruh nganterin kue ini ke tante”
Barulah
ia membuka pintunya secara keseluruhan, “Makasih ya, oh ya kotaknya ini tante
kembaliin?”
“Gak
usah tante, simpen aja” Aku masih berusaha mencuri pandangan ke dalam rumahnya,
namun tak kutemukan gadis itu.
Aku
memutuskan kembali, saat ku berbalik badan kulihat gadi itu tengah duduk di
teras rumahnya padahal tadi tidak ada, dari mana ia datang. Sudahlah itu tidak
penting, yang terpenting aku bertemu dnegannya sekarang.
“Gue
Ben, boleh kenal?” Aku mencoba membukan pembicaraan dan menyodorkan tanganku
padanya.
“Gue
Rinjani, panggil aja Rin. Salam kenal.” Dia hanya tersenyum kepadaku, tanpa menrima
jabat tanganku.
“Oh baiklah.” Segera ku
turunkan jabatan tanganku.
Malam
itu kami bertukar banyak hal, bercerita. Kurasa dia begitu asyik, tidak seperti
anak-anak yang lain. Kami berbincang cukup lama malam itu, hingga tak sadar
begitu larut telah kami lewati. Sejak hari itu, setiap malam kami bertemu dan
bertukar banyak hal. Yang aneh adalah, aku hanya bisa bertemu dia saat malam
hari, tapi ku maklumi saja, mungkin ia sekolah atau kerja. Aku tak
mempersalahkannya.
Hingga
pada suatu ketika, ketika kami habis berjalan-jalan, aku ingin mengantarkan ia
pulang dan sampai kerumahnya. Ia tak mau, selalu menolak. Satu kata yang aku
tak pernah lupa “Aku takut kau pergi jika
sudah tahu semuanya,” Kata-kata itu sedikit membuatku takut, apa maksud
kata-kata itu. Tapi kita masih selalu berbincang-bincang pada malam hari, dan
berkeliling komplek, atau sekedar pergi ke taman.
***
Ia hilang beberapa minggu ini,
aku begitu penasaran. Malam yang biasanya aku lewati bersamanya, kini hanya
kuhabiskan dikamarku. Jika aku mendatangi rumahnua, aku masih terngiang-ngiang
di telingaku, kata-katanya masih kuingat jelas di dalam lubuk benakku. Sudahlah
aku tak tahan lagi!
Aku turun dari kamarku, dan
menuju rumahnya. Ku tekan belnya beberapa kali hinggal ibu nya keluar.
“Tante, Rin nya ada.” Tanya
begitu cepat, aku benar-benar kehilangan setelah ia tak ada beberapa minggu
ini. Tapi kulihat kesedihan muncul di wajah ibu Rin, ia meneteskan air mata.
Aku menenangkannya di dalam ruang tamunya. Akhirnya dia mau bercerita semuanya.
Singkat cerita, Rin telah tiada berbulan-bulan lalu. Maka
dari itu ibu Rin pindah ke rumah ini, agar dapat menghilangkan kesedihannya
pada anaknya. Lalu bertanya, siapa yang tinggal di kamar atas rumahnya? Dan
sering tersenyum padaku?
Aku diantarkan ke kamar
atasnya, kamarnya masih terkunci dan terjaga. Masih bersih seperti baru. Namun
aku menumukankertas di tengah lantai di ruangannya.
“Bagaimana? Apakah
kau masih mau berteman denganku setelah tahu semua ini?”
Seketika lutuku lemas, aku tak
bisa berkata apa-apa lagi. Aku memutuskan pulang malam itu. Dan esok paginya,
ibu Rin mengantarku ke pemakaman Rin, aku mendoakannya.
Dan kulihat di antara
pepohonan. Rin sedang tersenyum kepadaku.
-END-
@Argasays
Makasih udah baca sampai abis:) jangan lupa comment! Jangan bosen-bosen visit ya!
EmoticonEmoticon