7 Dec 2013

The Girl Next Door

          

          Aku begitu kosong malam ini, tidak tahu apa yang harus kulakukan. Terbaring lemah dikasurku, semua tugas sudah kulakukan. Dari mulai tugas rumah, hingga tugas sekolah semuanya telah beres. Semua terasa membosankan disini, ku coba play mp3 ku, yang berisi hanya musik-musik rock yang tak jelas terdengar lirik lagunya, hanya berteriak-teriak. Tapi aku suka musik seperti itu, seperti melupakan lelahku hari ini. Walaupun ini malam minggu, aku tidak suka pergi bersama teman-temanku, atau sekedar kongko disebuah cafe, walaupun aku sangat bosan, aku tetap menikmati malam minggu ini dikamar sendirian.
            Minggu pagi, rutinitasku seperti biasa adalah bersepeda, semua sudah kubawa, dari mulai minuman, headset. Semua sudah terpasang lengkap, hanya tinggal memacuh sepedaku mengelilingi komplek ini hinggal komplek sebelah samapi aku lelah dan kembali pulang. Acara sepedaku hari ini pun tidak ada yang sepesial, sama seperti minggu-minggu sebelumnya. Namun ada satu hal disini, aku memiliki tetangga baru.
            Dia begitu cantik, matanya biru begitu indah. Aku selalu membeku setiap ku tatap matanya, matanya seperti mengisyaratkan sesuatu, begitu indah. Namun sial, aku tetap saja tak berani mengajaknya berkenalan, setiap malam kubukan jendelaku berharpa ia juga membuka jendelanya, dan kita bisa saling tersenyum walau hanya untuk beberapa menit.
“Tringggg Tringgg” Tiada yang lebih buruk dari suara jam alarm di kamarku ini, menandakan hari sudah menginjak senin kembali, rasanya ingin mati saja di hari senin ini, hari paling lama dan paling membosankan selama satu minggu ini.
            “Ben, cepatlah turun. Sarapan sudah siap ini” Suara wanita itu adalah ibuku, ia begitu baik selalu menyiapkan aku sarapan. Ia tak pernah memiliki assisten rumah tangga, padahal ia harus bekerja juga, aku bangga padanya.
            “Iya ma, bentar lagi. Tinggal beresin tempat tidur” aku tak pernah lupa membereskan tempat tidur ini, karena aku tahu ini bisa meringankan pekerjaannya.
            Baiklah seusai sarapan, aku mengayuh sepedaku menuju sekolah menengah keatas yang terkanal favorit di kotaku, tapi ya begitulah. Aku tidak perlu mencari teman disana, entah mengapa aku tidak suka mencari teman, aku lebih suka menyendiri disini, dikamarku.
***
Jam pertanda dipulangkannya sekolah telah berbunyi, segera ku berlari menuju tempar parkir sepedaku, dan segerah mengayuh sepedaku pulang. Ingin ku segera tidur di kasurku, dan mendengarkan mp3.


            Segera ku masukkan sepedaku ke garasi, namun sebelum masuk ke dalam rumah, kembali perempuan tetangga baru itu menunjukkan batang hidungnya. Astaga ia begitu cantik, kurasa ia baru pulang dari jalan-jalan, ia hanya sendirian aku tak liat ayah ibunya disana, mungkin kerja pikirku. Dia hanya tersenyum padaku, dan aku pun tersenyum padanya. Kapan aku akan berani dan mengajak nya berkenalan, aku harus berani! Ketika aku membalikkan badan, wanita itu sudah masuk ke rumahnya, mungkin suatu saat aku bisa, baiklah lain kali saja.
            Kulihat ibu sudah pulang, ia tengah mempersiapkan sesuatu, kurasa itu kue yang sedang ia bungkus.
            “Kue untuk siapa ma?” Tanyaku seraya menghampirinya.
            “Oh ini, kue buat tetangga baru, kamu yang nganterin ya. Bilang kalau dari mama.” Ia masih tak berpaling dari merapikan kuenya.
            “Iya deh, aku ganti baju dulu ya ma, gerah nih.” Segera ku lari ke lantai atas, mandi dan berganti baju dengan baju lengan pendek dan celana jeans pendek.
            “Udah ma, mana kuenya” Aku turun dan meminta kue yang harus kuantar ke tetangga baru itu, inilah kesempatanku berkenalan dengan perempuan itu.
            “nih, ati-ati bawanya ya” Die menyodorkanku sekotak kue cupscake.
            Segera ku berlari, aku sudah tak sabar berkenalan dengan gadis itu, ku tekan belnya namun tiada jawaban. Ku tekan sekali lagi, seorang wanita paruh baya keluar, mungkin umurnya skitar 40 tahun.
            “Iya adek, cari siapa ya?” Tanyanya sambil mengintip dari sela-sela pintu, ia tak membuka pintunya secara keseluruhan.
            “Oh saya dari tetangga depan tante. Mama suruh nganterin kue ini ke tante”
            Barulah ia membuka pintunya secara keseluruhan, “Makasih ya, oh ya kotaknya ini tante kembaliin?”
            “Gak usah tante, simpen aja” Aku masih berusaha mencuri pandangan ke dalam rumahnya, namun tak kutemukan gadis itu.
            Aku memutuskan kembali, saat ku berbalik badan kulihat gadi itu tengah duduk di teras rumahnya padahal tadi tidak ada, dari mana ia datang. Sudahlah itu tidak penting, yang terpenting aku bertemu dnegannya sekarang.
            “Gue Ben, boleh kenal?” Aku mencoba membukan pembicaraan dan menyodorkan tanganku padanya.
            “Gue Rinjani, panggil aja Rin. Salam kenal.” Dia hanya tersenyum kepadaku, tanpa menrima jabat tanganku.
“Oh baiklah.” Segera ku turunkan jabatan tanganku.
            Malam itu kami bertukar banyak hal, bercerita. Kurasa dia begitu asyik, tidak seperti anak-anak yang lain. Kami berbincang cukup lama malam itu, hingga tak sadar begitu larut telah kami lewati. Sejak hari itu, setiap malam kami bertemu dan bertukar banyak hal. Yang aneh adalah, aku hanya bisa bertemu dia saat malam hari, tapi ku maklumi saja, mungkin ia sekolah atau kerja. Aku tak mempersalahkannya.
            Hingga pada suatu ketika, ketika kami habis berjalan-jalan, aku ingin mengantarkan ia pulang dan sampai kerumahnya. Ia tak mau, selalu menolak. Satu kata yang aku tak pernah lupa “Aku takut kau pergi jika sudah tahu semuanya,” Kata-kata itu sedikit membuatku takut, apa maksud kata-kata itu. Tapi kita masih selalu berbincang-bincang pada malam hari, dan berkeliling komplek, atau sekedar pergi ke taman.
***
Ia hilang beberapa minggu ini, aku begitu penasaran. Malam yang biasanya aku lewati bersamanya, kini hanya kuhabiskan dikamarku. Jika aku mendatangi rumahnua, aku masih terngiang-ngiang di telingaku, kata-katanya masih kuingat jelas di dalam lubuk benakku. Sudahlah aku tak tahan lagi!
Aku turun dari kamarku, dan menuju rumahnya. Ku tekan belnya beberapa kali hinggal ibu nya keluar.    
“Tante, Rin nya ada.” Tanya begitu cepat, aku benar-benar kehilangan setelah ia tak ada beberapa minggu ini. Tapi kulihat kesedihan muncul di wajah ibu Rin, ia meneteskan air mata. Aku menenangkannya di dalam ruang tamunya. Akhirnya dia mau bercerita semuanya.
            Singkat cerita, Rin telah tiada berbulan-bulan lalu. Maka dari itu ibu Rin pindah ke rumah ini, agar dapat menghilangkan kesedihannya pada anaknya. Lalu bertanya, siapa yang tinggal di kamar atas rumahnya? Dan sering tersenyum padaku?
Aku diantarkan ke kamar atasnya, kamarnya masih terkunci dan terjaga. Masih bersih seperti baru. Namun aku menumukankertas di tengah lantai di ruangannya.
Bagaimana? Apakah kau masih mau berteman denganku setelah tahu semua ini?”
Seketika lutuku lemas, aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Aku memutuskan pulang malam itu. Dan esok paginya, ibu Rin mengantarku ke pemakaman Rin, aku mendoakannya.
Dan kulihat di antara pepohonan. Rin sedang tersenyum kepadaku.

-END-
@Argasays

Makasih udah baca sampai abis:) jangan lupa comment! Jangan bosen-bosen visit ya!
EmoticonEmoticon